Kisah Survival Sri-Yansen, Janji Mati di Gunung Ciremai


Mungkin penggiat alam jaman dulu masih ingat berita hilangnya pendaki di Gunung Ciremai pada tahun 1986, yaitu kisah Sri-Yansen, dua sejoli yang tersesat di Gunung Ciremai selama hampir 10 hari dan akhirnya ditemukan oleh tim SAR dalam keadan selamat.


Sri-Yansen tersesat di Gunung Ciremai dengan perbekalan dan perlengkapan pendakian yang minim. Mereka berhasil betahan hidup dengan memakan tanaman dan dedaunan yang ada di Gunung Ciremai. Penyebab Sri-Yansen tersesat dikarenakan kecerobohan mereka sendiri, namun disamping itu, kisah mereka menyimpan sisi romantisnya sendiri.


Berikut cerita tersesatnya pendaki Sri-Yansen di Gunung Ciremai, dikutip dari Matra No.15, Oktober 1987:



'Janji Mati di Gunung Ciremai'

Mendaki tanpa izin dan bekal lengkap, kedua remaja wanita itu akhirnya tersesat. Nyaris disambar elang, karena dikira sudah mati.

KASUS SRI-YANSEN mencatat prestasi gemilang dalam sejarah SAR Gunung di Indonesia. Sri (Sri Haryanti) dan Yansen (Tjhin Djan Sian) bersama 12 pria remaja mulai mendaki Gunung Ciremai pada 5 September 1986. Semuanya tergabung dalam Pepala Libels (Pelajar Pencinta Alam), klub pencinta alam SMAN 15, Jakarta utara, yang baru didirikan enam bulan sebelumnya. Perlengkapan mereka memang agak kedodoran. Bekal yang dibawa hanya beberapa kerat roti, permen, dan air mineral ala kadarnya. "Kita pikir sih tidak terlalu berat," tutur Yansen, 19, kepada MATRA.


Yansen sudah pernah mendaki Gunung Salak, Gede, dan Pangrango. Sedangkan Sri, setahun lebih muda, pernah memanjat Gunung Salak dan gunung Putri. Pukul delapan esok harinya, mereka sampai di puncak. Setelah beristirahat dan foto bersama, Sri dan Yansen ngeloyor untuk mencari bunga edelweis dan daun cantigi. Itulah awal ketersesatan mereka.


Setelah melewati malam pertama, Sri nyaris nekat di bibir sebuah jurang. Ia berniat melompat. "Kalau selamat ya selamat, kalau harus mati ya kita mati bersama," demikian tutur Yansen, menirukan ucapan Sri ketika itu. Yansen berusaha menyabarkan. Tetapi, ketika menyusuri tebing yang lain, tak lama kemudian, Sri betul-betul "terjun" ke sebuah jurang sedalam 15 meter, karena terpeleset.


Sambil terisak kebingungan, Yansen berusaha turun, menggayut dari akar ke akar. la mendapatkan Sri pingsan dalam posisi tertelungkup. Ketika dibalik, pada dahinya sebelah kanan terdapat luka cukup lebar, yang memancarkan darah segar. "Saya ngeri melihatnya," Yansen mengenang. Untuk beberapa kejap, ia tak tahu harus berbuat apa, kecuali meratap. Akhirnya, luka itu ia taburi dengan bubuk kopi yang tersisa, untuk menghentikan perdarahan.


Setelah Sri sadar, keduanya bertangisan di perut jurang yang sepi itu. "Kalau kita harus mati, kita mati bersama," begitu mereka memadu janji pada saat gawat itu. Yansen sendiri sudah dua hari mencret, kadang kotorannya bercampur darah. Sejak minum di sebuah kubangan di sungai kering yang mereka temukan dalam kesesatan itu, perutnya selalu mulas.


Bila malam tiba, kedua putri itu mencari tempat bernaung di antara bebatuan, atau di bawah pohon. Setiap malam, harapan tumbuh kembali. Sebab, di kejauhan mereka melihat kelap-kelip lampu. Setiap menjelang dan bangun tidur, keduanya tak lupa memanjatkan doa. Tapi, aneh, tak timbul rasa takut secuil pun dalam hati mereka. Tak pernah pula mereka bersua dengan binatang buas, atau hantu, di gunung setinggi 3.078 meter itu.



Sesekali, Sri dan Yansen berpapasan dengan kera, burung gagak, atau elang. "Pernah kami mau disambar elang, mungkin dikira sudah mati," Sri mengenang. Memang, selama dua hari terakhir dari ketersesatan sepuluh hari itu, keduanya sudah tak mampu berjalan. Medan terasa semakin berat, dan kondisi fisik sudah sangat terkuras. Mereka hanya memakan dedaunan yang ditemukan di sebatang sungai kering. Pernah juga mendapat tebu hutan yang tumbuh di tepian.


Dua hari terakhir itu, hujan turun lebat. Tak ada tempat berlindung yang dapat menaungi. Dua malam itu mereka tak bisa tidur. "Kami hanya duduk melipat lutut, baju basah kuyup, tak ada pilihan lain kecuali menyerah kepada alam, " Sri bertutur. Kadang-kadang terdengar suara pesawat terbang, lalu mereka membuka baju dan melambai-lambai, tanpa guna.


Pada 15 September 1986 , mereka ditemukan oleh empat orang polisi hutan. Tubuh penuh luka, pakaian sobek semua. Petang itu, mereka mendengar suara memanggil," Sri . . . Yansen ... Neng, di mana . . .?" Mula-mula, mereka menduga suara itu khayal. Setelah berulang-ulang, barulah timbul rasa senang. Sri, yang suaranya lebih keras, lalu menyahut.


Empat hari keduanya dirawat di Rumah Sakit Gunung Jati, Cirebon, sekitar 50 kilometer dari tempat kejadian, sebelum dipulangkan ke Jakarta. Selamat dari musibah ini, sudah menunggu "musibah" lain. Semua yang ikut memanjat gunung itu dihukum oleh sekolah, diskors selama dua minggu, karena mereka pergi tanpa izin. Tak lama kemudian, keduanya diundang menuturkan pengalaman di depan mahasiswa pencinta alam FTUI. Juni 1987, mereka juga diminta melakukan hal yang sama oleh Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia di Erasmus Huis, Jakarta.


Meski menjalani pengalaman demikian pahit, keduanya ternyata tidak kapok mendaki gunung. Cuma, "Sekarang saya belajar lebih taat kepada orangtua, " kata Yansen. Soalnya, dulu itu, ketika akan mendaki Ciremai, ia memang berbohong. Kepada orangtuanya, ia mengatakan hendak ke Bandung


Untuk Sri, "Peristiwa itu lebih mendekatkan saya kepada Tuhan," katanya. Ketika tersesat itu, anak kedua dari delapan bersaudara ini setiap hari membaca surat Yasin dan ayat Kursi, dan bernazar puasa tiga hari kalau ditemukan - yang segera dilakukannya begitu kondisi fisiknya mengizinkan. Sri melanjutan studi di IKIP Jakarta, sedangkan Yansen, anak bungsu dari delapan bersaudara, mengikuti Office Training Centre (OTC), Yayasan Bina Mulia, Jakarta.


Arif B. Siregar


Sumber: Matra No.15 , Oktober 1987. Mungkin masih ada yang punya koleksi Majalah matra ini edisi ini?

...

Kalian bisa baca-baca puluhan ebook tentang survival dan dunia petualangan luar ruang yang sudah kami kumpulkan disini.

Agar selalu update info terbaru: Follow instagram @indosurvival & Like Fanpage Facebook Indosurvival

Kisah Survival Sri-Yansen, Janji Mati di Gunung Ciremai Kisah Survival Sri-Yansen, Janji Mati di Gunung Ciremai Reviewed by indosurvival on 7/20/2019 Rating: 5

2 komentar

  1. kasihan kalau cewek beberapa hari tersesat di gunung atau hutan, kasihan mereka merasakan lapar, haus, dan kondisi badan yang lemah,,

    BalasHapus
  2. kasihan kalau cewek beberapa hari tersesat di gunung atau hutan, kasihan mereka merasakan lapar, haus, dan kondisi badan yang lemah,,

    BalasHapus