Informasi dan Catatan Pendakian Bukit Batu Daya, Kalimantan Barat


Bukit Batu Daya merupakan sebuah bukit batu berukuran raksasa di Kalimantan Barat yang tinggi menjulang, dan ironisnya, berada ditengah-tengah hamparan ladang sawit. Bukit ini seluruhnya merupakan batuan dan berdekatan dengan Gunung Palung, salah satu aset wisata berharga lainnya yang ada di Kalimantan Barat. Kedua gunung bukit ini sama-sama berada di kawasan Taman Nasional Gunung Palung.


Bukit Batu Daya disebut demikian karena jika dilihat dari berbagai tempat yang berbeda maka bentuknya juga akan berbeda, seolah sedang 'memperdaya' kita yang sedang melihatnya. Karena itulah Bukit Batu Daya ini mempunyai beberapa nama lain menurut masing-masing daerah tempat melihatnya, yakni bukit onta, bukit gantang (alat takar padi zaman dulu), ada juga yang menyebut mirip kura-kura, tungkul kayu (kayu patah) dan beberapa nama lainnya.


Lokasi Bukit Batu Daya tepatnya berada di Desa Batu Daya, Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Desa Batu Daya terdiri dari dua dusun yaitu Dusun Keranji dan Tunas Harapan.


Untuk mendaki Bukit Batu Daya harus menggunakan teknik panjat tebing / rock climbing karena semua jalur merupakan jalur vertikal. Hal tersebut membuat nama Bukit Batu Daya sudah tidak asing lagi dikalangan para penggiat olahraga panjat tebing.

Informasi Pendakian Panjat Tebing Bukit Batu Daya



Bukit Batu Daya mempunyai ketinggian sekitar 955 mdpl. Dimana 600-700 meternya merupakan bukit batu dengan kemiringan vertikal 90° dari permukaan tanah. Jenis batuan Bukit Daya merupakan batuan andesit.


Tebing Batu Daya hanya boleh dipanjat oleh pemanjat yang sudah profesional dan akrab dengan sistem pemanjatan artifisial karena jalur panjatnya cukup ekstrim dan berbahaya.


Untuk memanjat Bukit Batu Daya membutuhkan waktu satu hari (12 jam) penuh. Setelah berhasil memanjat tebingnya, pendaki akan disambut oleh hutan tropis yang sangat lebat karena tidak terjamah manusia.


Deretan Bukit Batu Daya ini mempunyai tiga puncak, yaitu Puncak Batu Daya (955m), Kuang Kande (958m) and Belah Hulu (807m). Nama ketiga puncak ini berasal dari sebuah peta borneo tahun 1944 milik Angkatan Darat Amerika Serikat (US Army) yang beroperasi di Kalimantan.



Tahun 1987 Ekspedisi Wanadri menyelesaikan pemanjatan Tebing Bukit Batudaya dan pada tahun 1998 Ekspedisi UKL UNPAD kehilangan satu anggotanya, Yanto Martogi Sitanggang yang tewas terjatuh dari Bukit Batudaya. Kemudian pemanjat tebing dari UI juga meninggal akibat terjatuh.


Tahun 2011, seorang penjelajah dari Amerika, Mike Libecki berhasil mencapai puncak Bukit Daya bersama seorang guide lokal bernama Herry. 


Tahun 2012 Pemanjat tebing asal Jepang Ryosuke Obhu dan Kenichiro Kosaka, keduanya juga mencoba memanjat tebing Unta tersebut namun gagal mencapai puncak. Baru pada tahun 2013 mereka berhasil menaklukan ketiga puncak Batu Daya.


Catatan Pendakian Mike Libecki (2011)



Mike Libecki dan Herry (paling kanan) berfoto bersama warga yang rumahnya diinapi. (foto: americanalpineclub.org)

Berikut adalah catatan pendakian bukit batu daya dari sisi tenggara oleh Mike Libecki salah satu eksplorer National Geographic (dan mendapatkan penghargaan Adventurer of The Year National Geographic 2103) yang dipublikasikan di website American Alpine Journal,

___________________________

Pada tahun 2011, setelah saya ditolak untuk kembali ke Pulau Socotra di Yaman karena adanya kerusuhan, saya melirik daftar tempat-tempat yang ingin saya eksplor, dengan lebih dari 20 daftar ekspedisi. Batu Daya menarik perhatian saya; saya belum pernah kesana. Sebenarnya dua minggu pertama bulan Desember merupakan musim hujan, tapi saya tetap memutuskan untuk pergi. Saya tiba di Jakarta dan langsung meneruskan terbang ke Ketapang.


Setelah menempuh beberapa jam perjalanan darat dan juga beberapa jam perjalanan dengan speed boat, saya menumpang sebuah truk pabrik sawit sampai akhirya saya berhadapan dengan Batu Daya, sungguh mempesona.


Saya melakukan perjalanan ini ditemani oleh seorang guide lokal yang sangat menyenangkan bernama Herry, asli orang Kalimantan. Kami menginap di rumah penduduk lokal yang dekat dengan Batu Daya. Seperti biasa, orang Indonesia begitu ramah, makananannya enak, dan saya menikmati tertawa bersama mereka. Walaupun batas perjalanan saya maksimal hanya dua minggu, tapi begitu menyenangkan.


Saya dan Herry membuka hutan mengunakan golok setajam silet yang kami bawa. Butuh beberapa hari untuk sampai di dasar Bukit Batu Daya, saya benar-benar tersiksa kala itu. Berjam-jam berkutat di rawa-rawa, berjalan menembus semak-semak yang tajam dengan suhu udara sangat panas, sampai 35℃ dengan tingkat kelembaban 95%. Hutan adalah yang terburuk! Jika harus memilih, saya lebih memilih membeku kedinginan di kutub utara. Dari sekian banyak ekspedisi yang saya lakukan, hutan adalah yang paling menyiksa! Salut buat para penjelajah hutan!



Tentu saja di balik penderitaan selalu ada hal yang menakjubkan, semua siksaan ini terbayarkan dengan hasil memuaskan ketika saya sampai di puncaknya. Kami mendirikan basecamp dekat dengan dasar tebing Batu Daya, membuat tenda menggunakan ranting dan dedaunan. Jika dilihat dari jalurnya, kemungkinan bisa untuk melakukan panjat cepat, Herry meminta saya untuk mengajarinya memanjat, sehingga dia bisa ikut mendaki Bukit Batu Daya, impiannya sedari dulu.


Kami berangkat subuh-subuh dan memanjat sepanjang hari. Tebingnya sangat bagus, banyak tanaman rambat untuk pegangan. Selain itu juga terdapat banyak lubang dan kantong-kantong di tebingnya. Bagian terburuknya adalah hutan setelah tebing berakhir. Hutan ini tidak terjamah dan sangat lebat, pokoknya gila! saya belum pernah melihat yang seperti ini. Setelah empat jam tubuh kami disayat-sayat oleh semak belukar yang tajam-tajam itu akhirnya kami sampai juga di puncak seiring dengan matahari terbenam.


Setelah Herry membuat api, kami beristirahat, menunggu mentari esok hari untuk meyinari perjalanan turun kami. Malam itu benar-benar menyeramkan! bukan soal hantu, tetapi karena banyaknya serangga dan laba-laba yang hinggap di leher dan muka saya. 


Keesokan harinya, kami mencapai basecamp di dasar tebing pada malam hari, dan pagi berikutnya kami hampir saja tersesat saat mencoba keluar dari hutan. Semakin berjalan, saya semakin khawatir karena kami menghabiskan seharian penuh berjalan melewat rawa-rawa berlumpur dan semak belukar yang tajam. Tapi, tepat 20 menit sebelum gelap menyergap, langkah kami menapaki sebuah tanah yang terdapat jejak bulldozer yang hampir pudar. Sebuah tanda peradaban. 


Warga sekitar bilang, dulu sekitar 10 atau 15 tahun yang lalu juga ada tim yang mencoba memanjat Batu Daya, dan satu diantara mereka meninggal dunia. Saya mengobrol dengan seorang tetua yang dulu membantu menggotong jenazahnya. Saya menilai tingkat kesulitan jalur panjat Bukit Daya dari arah tenggara ini dengan V 5.10 A1.


Awalnya dinominasikan oleh Chris Whiting sebagai jalur 'spesial' 


(diterjemahkan dari artikel asli bahasa inggris oleh indosurvival.com)

___________________________


Cara Menuju Bukit Batu Daya



Untuk menuju ke Bukit Batu Daya, kalian bisa lewat Pontianak maupun Ketapang. Kondisi jalan sekarang sudah cukup bagus sehingga bisa menggunakan jalur darat.

Di Kabupaten Ketapang, Batu Daya dapat dilihat keindahannya dari dua kecamatan, yakni Kecamatan Sungai Laur dan Simpang Dua karena Bukit ini berada tepat di tengah-tengah dua kecamatan tersebut. Sedangkan di Kabupaten Kayong Utara, Bukit Batu Daya dapat terlihat dari Desa Matan Jaya.


Pontianak Jalur Darat

- Ditempuh dari Pontianak melewati Jembatan Tayan, kemudian masuk ke simpang Desa Simpang Dua dan melewati perkebunan sawit untuk sampai di Desa Batu Daya dengan lama perjalanan sekitar 8-9 jam.

Pontianak Jalur Darat + Speed Boat

- Transportasi bisa melalui jalur jalan Rasau Jaya, Pontianak kemudian naik speed boat berangkat jam 9 pagi  (Rp.110.000) dengan perjalanan kurang lebih 3 jam sampai di Telok Melano, Simpang Hilir.
- Dari Simpang Hilir lanjut naik speed boat dari Telok Melano menuju desa Perawas (desa batu barat) atau desa matan (Rp 60.000).
- Dari Desa Mantan untuk menuju lokasi bisa menggunakan ojek sepeda motor atau menumpang truk pengangkut kayu yang sering menuju ke lokasi tersebut.

Ketapang Jalur Darat

- Bukit Batu Daya juga bisa di tempuh melalui jalur udara dengan mengambil rute penerbangan menuju Bandara Rahadi Oesman, Ketapang.
- Setelah tiba di Ketapang perjalanan dilanjutkan ke Kecamatan Simpang Hilir di Kota Teluk Melano membutuhkan waktu 3 jam perlajanan menggunakan kendaraan roda empat.
- Dari Kota Kecamatan Simpang Hilir perjalanan di lanjutkan menggunakan perahu dari dermaga Teluk Melano ke Desa Pewaras dimana bukit daya sudah terlihat.

Ironi Bukit Batu Daya

Rusaknya hutan disekitar Bukit Batu Daya (foto: M. Adon)
Dibalik keindahan dan keeksotisan bukit Batu Daya tersebut, terdapat ironi yang menyakitkan, yakni perkebunan kelapa sawit. Bukit Batu Daya sekarang ini tidak se eksotis apa yang diceritakan oleh Mike Libecki pada catatan perjalanannya. Bukit Batu Daya sekarang bukanlah dikelilingi oleh hutan tropis perawan yang lebat, namun oleh kebun-kebun sawit yang didirikan dengan membabat habis hutan disekitar Bukit Batu Daya. 

Keberadaannya yang masuk di dalam Taman Nasional Gunung Palung seharusnya terjaga kelestariannya, tapi kenyataannya justru berkebalikan dengan misi dibentuknya Taman Nasional itu sendiri. Selamatkan Bukit Batu Daya!
...

Kalian bisa baca-baca puluhan ebook tentang survival dan dunia petualangan luar ruang yang sudah kami kumpulkan disini.



Agar selalu update info terbaru: Follow instagram @indosurvival & Like Fanpage Facebook Indosurvival

Sumber:

Informasi dan Catatan Pendakian Bukit Batu Daya, Kalimantan Barat Informasi dan Catatan Pendakian Bukit Batu Daya, Kalimantan Barat Reviewed by indosurvival on 7/08/2019 Rating: 5

3 komentar

  1. Menarik, di era modern gununh itu batu bisa di taklukan. Bentuk gunungnya menyeramkan, kalo dibuat menjadi via ferata (kaya parang) pasti kereen, mengundang lebih banyak wisatawan

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya juga, tapi sayangnya hutan disekitarnya dah rusak akibat sawit jadi keindahanna berkurang

      Hapus
  2. Tahun 2001 saya pernah kesana untuk melihat gunung ini, namun hanya bisa melihat tanpa mendaki, karna saya tidak tau cara mendaki, waktu itu masih ada hutan nya

    BalasHapus